T.B. Simatupang Merupakan Sosok Yang Cerdas, Pejuang Yang Teguh, dan Berintegritas

Testimoni Prof. Dr. Drs. Emil Salim, M.A. Mengenang (haul) #100TahunTBSimatupang
(28 Januari 1920 – 2020) di Grha Oikoumene, Salemba 10, Jakarta

Bapak-bapak, ibu-ibu, para hadirin yang berbahagia…
Salam sejahtera kami ucapkan bagi kita semua..!

Saya ucapkan terimakasih atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk turut memberi sambutan pada acara mengenang 100 Tahun Pak T.B. Simatupang.
Saya lantas bertanya. Jika seorang telah meninggal dan yakini dihitung 100 tahun. Apa yang sebaiknya kita ingatkan dari dan tentang beliau? Maka setelah mengikuti langkah tindak beliau, tampak saya tertarik pada beberapa ciri dari beliau.

Pertama adalah yang menonjol Manusia Cerdas. Beliau begitu cerdasnya ketika di sekolah sampai berani mendebat gurunya, sehingga gurunya mengusir dia keluar saking marahnya itu. Beliau cerdas tamat sekolah menengah sampai ke Koninlijke Militaire Academie (KMA). Sedikit manusia Indonesia yang masuk KMA karena seleksinya tajam. Pak Jendral (A.H.) Nasution, Alex Kawilarang, Rahmat Kartakusuma adalah beberapa dari yang terbatas itu. Tetapi beliau masuk. Dan karena kecerdasannya, pada usia yang sangat muda, beliau lulus/ tamat dari sekolah itu. Saya kira tidak sampai 3 tahun. Ketika saya bandingkan usia beliau tamat KMA dan diri saya, saya merasa jauh tertinggal dengan prestasi beliau. Dan kecerdasannya pun menyebabkan, ketika menjadi perwira di TNI, waktu itu pangkatnya masih kecil, ketika Muhammad Hatta mengadakan rasionalisasi Angkatan Bersenjata, beliau menonjol sehingga melejit beliau punya karier menjadi ke jajaran Pimpinan ABRI/TNI. Sehingga pada ketika Jenderal Sudirman meninggal, Tim Rasionalisasi ABRI dibawah pimpinan Hatta menjatuhkan pilihan agar yang menggantikan Jendral Sudirman Yang wafat adalah TB Simatupang.

Ingat Bapak (Ibu) sekalian, tahun 50 (baca: 1950), usia beliau belum ada 30 tahun, sudah memikul jabatan dan tanggungjawab yang tinggi. Hal itu hanya dimungkinkan karena beliau cerdas dan mempunyai kemampuan di atas rata-rata kita semua. Itu yang pertama, yang menonjol.

Ciri kedua adalah ini adalah KSAP ABRI (berada) di masa yang sulit. Ada peristiwa-peristiwa Darul Islam, Andi Aziz, Westerling, macam-macam hal. Dalam keadaan demikian, bersama dengan sahabat beliau Jendral Nasution, mereka mengatasi hal ini dengan semangat juang yang tinggi. Perhatikan saudara sekalian, dipermulaan tahun 50an Republik Indonesia belum stabil. Pemberontakan terjadi, Andi Azis, Darul Islam, bahkan Westerling masih ikut mengacau. Dalam keadaan yang demikian tumpuan harapan untuk republik adalah hanya pada Tentara Nasional Indonesia atau ABRI yang ketika itu dipimpin Jendral TB Simatupang. Dan beliau berhasil dengan semangat juangnya menjaga keutuhan Republik Indonesia dari berbagai cobaan-cobaan para pemberontak. Berhasil karena ciri kedua semangat juang – a Fighter, orang yang berjuang.

Ketiga, Bapak Ibu sekalian… dalam perjalanan hidup beliau, banyak yang beliau dihadapi. Beliau berhadapan dengan tokoh-tokoh besar, Presiden Soekarno – Bung Karno, Bapak Hamengku Buwono dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, bagaimana memelihara integritas sebagai manusia? Jika kita berada pada lingkungan kekuasaan, kemungkinan besar kita tergoda untuk memanfaatkan kekuasaan kita bagi diri pribadi. Namun di zaman itu, Bapak TB Simatupang tegar berdiri menegakkan integritas bahwa sipil – the civilian harus berada di atas the military. Maka kalau saya hormati ke atas, Pak Simatupang, ‘hormati Bung Karno…!’, Saya berpakaian Jenderal, yang saya hormati bukan pakaian Bung Karno, yang ketika itu juga pakai pakaian dingin. Kalaupun bukan pakai pakaian sipil, saya Jendral Simatupang tetap menghormati pemimpin sipil Republik Indonesia. Maka dominasi kekuasaan sipil hidup di dalam diri beliau, sungguhpun beliau adalah tokoh pemimpin ABRI.

Jadi bapak (ibu) sekalian, integrity bahwa ya saya pejabat, betul saya berpangkat tinggi, namun saya tahu diri bahwa saya adalah kepala staf dan tetap hormat kepada presiden yang walaupun adalah sipil. Dan ada ketikanya perbedaan pendapat dengan presiden yang tidak bisa dihindari, sehingga atas dasar keadaan demikian beliau tetap memegang teguh posisi beliau sebagai manusia yang tunduk kepada atasannya. Kita mengenai history 17 Oktober 1952, kita kenal berbagai rentetan-rentetan kejadian tatkala kepala perwira berhadapan dengan perwira atasannya, Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Nasution diberhentikan dan sebagainya. Ini bagian dari sejarah gelap tanah air kita. Namun benang merah disana saudara-saudara adalah bahwa pak TB Simatupang tetap bertahan bahwa hirarki ABRi harus berlaku. Tidak banyak kalau kolonel memberi usaha-usaha untuk memberhentikan atasannya seperti kejadian 17 Oktober 1952.

Dampak dari sikap beliau yang tegas itu, history mencatat bahwa baik Jabatan KSAP di masa setelah itu dihapus dan beliau tidak berada pada posisi di hirarki ABRI. Teman beliau, Jendral (A.H.) Nasution juga dihentikan di masa itu. Sejarah berkembang terus, beliau tidak melepaskan prinsip, sebab memegang teguh integritasnya, meninggalkan jabatan yang tinggi tanpa rasa dendam, menjadi penasehat militer, kemudian menjadi macam-macam, tetapi dengan tenang beliau mengangkhiri tugas beliau di militer dengan terhormat tanpa dendam apa-apa. The integrity of the man, manusia berkarakter melebihi kehausan akan pangkat dan kedudukan.

Ciri keempat, Bapak sekalian adalah TB Simatupang sebagai pengabdi bangsa, beliau berhenti dari ABRI tidak lagi jenderal, tetapi perjuangan beliau tidak berhenti. Beliau menerjunkan diri di dalam agama, (pertama) menjadi ketua Perserikatan Gereja-gereja nasional Indonesia. Kedua, kesan demikian besar sehingga beliau naik menjadi ketua perserikatan gereja Asia, dan seluruh Asia dan seluruh gereja di Asia, T.B. Simatupang di pilih menjadi Ketua. Tidak berhenti di sana. Ketika dunia bertemu, maka Ketua Perserikatan gereja duniapun memilih T. B. Simatupang. Penghormatan pada putra Indonesia dari gereja-gereja seluruh dunia adalah penghormatan pada (TB) Simatupang sebagai manusia yang berintegritas, manusia pejuang, manusia yang berkarakter dan manusia putera bangsa.

Bapak Ibu sekalian, kalau kita sekarang memperingati 100th T.B. Simatupang andai kata beliau masih hidup. Pesan utama yang saya tarik dari peristiwa itu adalah belajar dari karakter pribadi beliau sebagai orang yang cerdas dan mengharuskan kita belajar terus, belajar tak habis-habisnya, karena itu beliau membentuk sekolah pendidikan manajemen Indonesia itu. Pesannya adalah “hai anak-anak muda belajar terus”. Pesan kedua adalah kau belajar untuk apa? Tidak untuk kaya material tetapi untuk berjiwa sebagai bangsa dan tanah air. Ketiga, karakter ketiga pesan dari kehadiran beliau adalah integritas, bukan pangkat yang dikejar, bukan kedudukan yang dikejar. Jika beliau berbeda pendapat dengan presiden sekalipun, beliau tidak akan mundur dari sikap beliau. Demi harkat, biarlah pangkat hilang, but (tetapi) integritas beliau tegak berdiri, mulia di atas segala-galanya. Dan semua itu pada masa hari-hari terakhir adalah mengabdi untuk tanah air.

Jadi Bapak (Ibu) sekalian kalau kita memperingati 100th Bapak Tahi Bonar Simatupang, Saya menarik pelajaran penting menjadikan diri kita manusia yang cerdas, pejuang berintegritas, dan pejuang kesejahteraan bangsa dan tanah air. Semoga contoh yang beliau tunjukkan bisa bergema di hati kita masing-masing. Terimakasih.

Ditulis kembali oleh Jhohannes Marbun

Tonton videonya: https://www.youtube.com/watch?v=O3Pb013rBiI&t=207s

Tentang joemarbun

arkeolog dan suka advokasi apa aja
Pos ini dipublikasikan di Warisan Budaya. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar